Filsuf Rocky Gerung melontarkan kritik keras terhadap Presiden Prabowo Subianto terkait pengangkatan Adian Napitupulu (kerap disebut Kodari) sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP). Menurutnya, keputusan ini menunjukkan bahwa Prabowo tidak memahami esensi demokrasi.
Rocky mengingatkan bahwa Adian Napitupulu dikenal sebagai sosok yang mengusulkan tiga periode untuk Presiden Jokowi berdasarkan survei dan data besar (big data). Pengangkatan sosok yang dianggap anti-demokrasi ini dinilai Rocky sebagai reaksi buruk dari Prabowo.
"Reaksi Prabowo dengan mengangkat Kodari itu reaksi yang buruk. Dengan kata lain, Prabowo tidak pernah mempelajari genealogi atau prestasi anti-demokrasi dari Kodari," kritik Rocky.
Ia menjelaskan bahwa posisi Kepala Staf Kepresidenan adalah posisi strategis, setara dengan orang kedua setelah presiden di Amerika Serikat. Oleh karena itu, pengangkatan seseorang yang pernah memanipulasi konstitusi dengan usulan tiga periode dinilai sangat bermasalah.
Dalam perbincangan dengan mantan Menko Polhukam Mahfud MD di kanal YouTube Sahabat Mahfud MD Official, Rocky mengatakan bahwa Prabowo sebenarnya ingin merespons tuntutan publik pasca gerakan massa Agustus 2024, namun caranya keliru.
"Pak Prabowo ingin mengalamati tuntutan publik itu, tapi alamatnya juga ngawur karena mengangkat Kodari. Jadi Kodari ini menjadi duri dalam daging, bukan pada Prabowo, tapi pada masyarakat sipil," ujar Rocky.
Rocky juga menceritakan bahwa ia kerap mendapat pertanyaan dari mahasiswa di berbagai universitas yang ia kunjungi. "Mereka mengatakan, 'Kok Pak Prabowo tidak mengerti ya bahwa demokrasi itu artinya menyelamatkan ide awal konstitusi, sementara Kodari menghalangi ide awal itu dengan mengusulkan Pak Jokowi tiga periode?' Ini catatan negatif," paparnya.
Mahfud MD menanggapi dengan mengatakan bahwa sensitivitas pemerintah terhadap suara publik memang mulai muncul setelah gerakan Agustus, namun masih perlu diperbaiki. Ia berharap pemerintahan Prabowo dapat lebih inklusif dan mendengarkan suara masyarakat sipil.
Rocky menegaskan bahwa kritiknya bukan karena dendam pribadi, melainkan demi kepentingan arah republik, demokrasi, dan prinsip-prinsip konstitusionalisme. "Saya tetap akan mengkritik Presiden Prabowo, bukan karena dendam, tapi demi kepentingan arah republik dan demokrasi," tegasnya.
Sebelumnya, Rocky dikenal sebagai pengkritik keras Presiden Jokowi, namun ia menjelaskan bahwa kritiknya terhadap Prabowo berbeda karena konteksnya berbeda. Ia menilai Prabowo tidak memiliki ekologi diskusi yang inklusif seperti yang dulu ada di era SBY. (*)