Pembangunan infrastruktur kelistrikan dinilai krusial guna menyeimbangkan penawaran dan permintaan kelistrikan antardaerah. Kelebihan pasokan listrik, terutama di sistem ketenagalistrikan Jawa-Bali, juga diharapkan bisa terserap dengan memacu pertumbuhan permintaan akan listrik.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hingga akhir 2022, rasio elektrifikasi di Indonesia mencapai 99,63 persen. Sementara rasio desa berlistrik mencapai 99,79 persen. Ada 318.470 rumah tangga dan 199 desa yang belum berlistrik.
”Transmisi kelistrikan menjadi elemen krusial terkait ketersambungan listrik ke daerah-daerah. Lantaran Indonesia merupakan negara kepulauan, sudah sepatutnya ada desentralisasi sumber pasokan energi listrik,” ujar Direktur Eksekutif Energy Watch Daymas Arangga, saat dihubungi di Jakarta, Minggu (6/8/2023).
Menurut dia, sumber kelistrikan tidak bisa hanya terpusat di satu area. Saat ini, misalnya, terjadi kelebihan pasokan listrik (oversupply) di sistem Jawa-Madura-Bali, yang idealnya juga dapat dioptimalkan untuk mengaliri listrik daerah-daerah lain.
Sebelumnya, Kementerian ESDM memastikan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Sumsel 8 di Tanjung Lalang, Muara Enim, Sumatera Selatan, akan segera beroperasi. Commercial operation date (COD) PLTU yang juga bagian dari program 35.000 megawatt (MW) itu sesuai dengan rencana, yakni pada 7 September 2023.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman P Hutajulu, melalui siaran pers Sabtu (5/8/2023) menuturkan, untuk mengevakuasi listrik PLTU mulut tambang (di sekitar tambang batubara) berkapasitas 2 x 660 MW itu, akan digunakan transmisi 275 kilovolt (kV), dari PLTU ke sistem Lahat dan Gumawang (Sumsel).
Namun, ke depan, diharapkan dibangun transmisi untuk dievakuasi ke wilayah Sumatera Utara. ”Sebab, pusat listriknya ada di Sumatera bagian selatan, sedangkan demand (permintaan) listriknya berada di Sumatera bagian utara. Dengan demikian, mau tidak mau harus ada transmisi,” ucap Jisman.
PLTU Sumsel 8 dibangun oleh PT Huadian Bukit Asam Power (HBAP) yang merupakan kerja sama antara PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan China Huadian Hongkong Company Ltd. Sebelumnya, penyaluran tegangan listrik untuk umpan tenaga listrik dari PLN sudah dilakukan, kemudian dilanjutkan uji commissioning seluruh mesin/peralatan.
Akselerasi
Wakil Direktur Utama MIND.ID, perusahaan induk industri pertambangan Indonesia, Dany Amrul Ichdan mengatakan, akselerasi dilakukan agar penyaluran listrik PLTU Sumsel 8 lancar. ”Infrastruktur transmisi harus berjalan. Kami butuh evakuasi daya listrik yang dihasilkan September nanti,” kata Dany.
Direktur Manajemen Proyek dan Energi Baru Terbarukan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN Wiluyo Kusdwiharto menyampaikan pihaknya siap menyalurkan listrik PLTU Sumsel 8 (2 x 660 MW) ke sistem Sumatera. ”Insya Allah September ini selesai (dan disalurkan ke dalam sistem) Muara Enim-Lahat dan Muara Enim-Gumawang. Mudah-mudahan realisasinya sesuai dengan rencana,” ungkap Wiluyo.
Sebelumnya, saat ditemui di sela-sela diskusi terkait Kerja Sama Transisi Energi yang Adil (JETP) di Jakarta, Kamis (3/8/2023), EVP Perencanaan Sistem Ketenagalistrikan PLN Warsono menuturkan, pengembangan transmisi penting. Pihaknya pun terbuka dengan JETP maupun program-program pendanaan internasional lain dalam mendukung itu.
Ia mencontohkan, dalam waktu dekat, akan dibangun saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET) 205 kilovolt kV, yang akan mengevakuasi listrik dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Sulawesi Tengah ke Makassar, Sulawesi Selatan. Itu bagian dari upaya membangun green energy coridor di Sulawesi.
Ke depan, transmisi Sumatera-Jawa juga akan diperlukan. ”Transmisi antarpulau sangat penting karena kita negara kepulauan. Sumber energi tersebar, sedangkan beban terbanyak di Jawa. Transmisi diperlukan untuk evakuasi dari pembangkit energi terbarukan ke (area) yang lokasinya jauh,” ucap Warsono.

Deretan kincir angin Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) menghiasi puncak bukit di Desa Kamanggih, Kecamatan Kahaungu Eti, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, Selasa (2/2/2021).
Transisi energi
Daymas menuturkan, belajar dari melesetnya program 35.000 MW, karena realisasi pertumbuhan ekonomi tidak sesuai dengan asumsi, permintaan (demand) kelistrikan perlu diciptakan lebih dulu. Saat ini, sejumlah industri potensial yang bisa menyerap kelistrikan di antaranya industi pusat data (data center) dan industri smelter.
Akan tetapi, hal tersebut juga perlu diselaraskan dengan peta jalan pengurangan emisi, sesuai dengan enhanced nationally determined contribution (ENDC) pada 2030. ”Juga disingkronkan dengan target capaian emisi nol bersih (net zero emission/NZE) pada 2060. Perlu ada komitmen bersama dari semua pihak,” kata Daymas.
Selain dengan pengembangan pembangkit-pembangkit energi terbarukan, sejumlah kebijakan yang mengarah pada peralihan dari energi fosil ke listrik dapat dioptimalkan. Misalnya, penggunaan bahan bakar minyak (BBM) ke kendaraan listrik hingga penggunaan kompor listrik/induksi menggantikan gas elpiji.
Comments powered by CComment