Seiring gaung hilirisasi, pertumbuhan smelter pirometalurgi meningkat pesat. Di sisi lain, pengerukan bijih nikel kadar tinggi juga masif.
Masifnya penambangan nikel dalam beberapa tahun terakhir menimbulkan kekhawatiran akan cepat terkurasnya cadangan nasional. Karena itu, penguatan tata kelola, termasuk pembaruan neraca nikel Indonesia, menjadi krusial agar daya tarik investasi pada komoditas strategis ini tetap terjaga.Bijih nikel kadar tinggi atau saprolite ialah bahan baku produk nikel untuk jalur produksi baja nirkarat (stainless steel).
Bijih nikel jenis tersebut diolah di smelter pirometalurgi untuk menghasilkan produk seperti feronikel, nickel pig iron (NPI), dan nickel matte, yang juga bahan baku stainless steel.
Seiring pelarangan ekspor bijih nikel secara penuh pada 2020, pertumbuhan smelter pirometalurgi pun tumbuh pesat. Menurut data Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian, hingga 2024, ada 34 smelter pirometalurgi yang telah beroperasi dan 17 dalam konstruksi. Investasi yang tertanam mencapai 11 miliar dollar AS.
Sementara smelter hidrometalurgi, yang mengolah bijih nikel kadar rendah atau limonite, baru tumbuh dalam 2-3 tahun terakhir. Smelter itu menghasilkan produk mixed hydroxide precipitate (MHP), sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik. Hingga 2024, terdapat tiga smelter hidrometalurgi dengan nilai investasi 2,8 miliar dollar AS.
Seiring gaung hilirisasi oleh pemerintah, pertumbuhan smelter pirometalurgi dengan teknologi rotary kiln electric furnace (RKEF) makin masif. Begitu juga penambangan saprolite sebagai bahan baku. Di samping menekan harga, muncul kekhawatiran usia cadangan nikel semakin pendek dengan masifnya penambangan itu.
Pengamat energi dan pertambangan yang juga peneliti pada Alpha Research Database, Ferdy Hasiman, Selasa (2/9/2025), mengatakan, masifnya smelter pirometalurgi dalam lima tahun terakhir menyebabkan eksploitasi berlebihan (overexploitation) bijih nikel. Pertimbangan keberlanjutan cadangan ini kurang dipikirkan.
Kondisi tersebut berpotensi memberi dampak negatif pada daya tarik investasi jangka panjang. Sebab, kendati saat ini Indonesia memiliki potensi nikel nomor 1 di dunia, calon investor akan mempertimbangkan ketersediaan nikel Indonesia ke depan. Jangan sampai, pabrik pengolahan atau industri terkait selesai dibangun, cadangan habis.
”Perencanaan pertambangan mineral, terutama pada nikel, penting untuk mempertimbangkan kondisi cadangan. Dalam hal ini, perlu ada reset kebijakan atau evaluasi. Semua agar dipikirkan untuk jangka panjang,” ujar Ferdy.
Ia menambahkan, jika potensi nikel ingin dioptimalkan, baik untuk baja nirkarat maupun baterai kendaraan listrik, investasi akan dibutuhkan. Saat ini, hilirisasi nikel masih pada tahap antara (intermediate). Pada industri baja nirkarat, misalnya, diperlukan industri-industri pengguna akhir agar cita-cita hilirisasi berlanjut pada industrialisasi.
Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan bijih nikel Indonesia saat ini mencapai 5,32 miliar ton dengan produksi 2024 sebesar 173 juta ton. Nikel juga menjadi salah satu jenis mineral kritis dan mineral strategis yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM.
Dilematis
Head of Industry and Regional Research PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Dendi Ramdani mengatakan, eksploitasi berlebihan bijih nikel menghadirkan risiko di depan mata. Salah satu dampak yang terlihat yakni menurunnya harga nikel dunia yang kini sekitar 15.000 dollar AS per ton meskipun masih relatif baik.
”Kita dalam posisi dilematis karena kapasitas (smelter) telah terbangun. Itu menjadi pekerjaan rumah besar. Sebab, bagi perbankan, (dengan kondisi tersebut) ada risiko di depan mata,” kata Dendi dalam Masyarakat Geologi Ekonomi Indonesia (MGEI) Business Forum 2025 di Jakarta, Selasa (26/8/2025).
Dalam lima tahun terakhir, imbuh Dendi, kredit perbankan terhadap industri nikel tumbuh pesat. Namun, dengan relatif menurunnya harga, sejumlah perusahaan industri nikel menjadi tidak efisien. Di tengah situasi tersebut, risiko kredit macet menjadi ancaman sehingga berpotensi menjadi masalah pada industri tersebut.
Adapun pembiayaan proyek oleh Bank Mandiri, yang utama ialah mematuhi aturan yang berlaku. Menurut Dendi, kendati sudah mengarah pada pengembangan energi terbarukan, secara pragmatis belum bisa melepaskan diri dari pertambangan. Namun, segala proyek pengerukan tanah, pasti akan memerlukan pemulihan (recovery). Hal tersebut menjadi perhatian penting.
Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Dedi Latip menuturkan, investasi pertambangan, termasuk nikel, terus didorong. Nikel menjadi satu dari 28 komoditas strategis prioritas dalam hilirisasi. Nikel juga masuk dalam sektor mineral batubara yang memiliki potensi investasi 498,4 miliar dollar AS hingga 2040.
Pada jalur produksi baterai kendaraan listrik, nikel juga terus didorong agar ada peningkatan nilai tambah lebih lanjut, tak hanya berhenti di nikel sulfat (turunan dari MHP). Namun, juga prekursor dengan nilai tambah 19,4 kali lipat (dari bijih), lalu katoda sebesar 37,5 kali lipat, dan sel baterai sebesar 67,7 kali lipat.
Kerja sama terintegrasi
Upaya pembangunan ekosistem produk turunan nikel juga dilakukan oleh Danantara Indonesia melalui Danantara Investment Management sebagai entitas investasinya. Pada Rabu (27/8/2025) di Shenzhen,
China, dilakukan penandatanganan head of agreement (HOA) antara Danantara dan GEM Co Ltd (GEM), perusahaan metalurgi hijau dan solusi ekonomi sirkular asal China.
Perjanjian itu meliputi potensi investasi bersama dalam fasilitas smelter hidrometalurgi dengan teknologi high pressure acid leaching (HPAL) dengan kapasitas rencana 66.000 ton nikel dalam MHP per tahun. Proyek senilai 1,42 miliar dollar AS ini dibangun berdasarkan kemitraan yang telah terjalin antara PT Vale Indonesia Tbk dan GEM.
CEO Danantara Rosan Roeslani menuturkan, kerja sama itu bagian dari agenda hilirisasi Indonesia. ”Sekaligus memastikan keberlanjutan dan inovasi tetap terdepan. Integrasi penelitian dan pengembangan, energi hijau, serta daur ulang siklus tertutup akan menciptakan nilai jangka panjang bagi Indonesia dan mitra investasi kami,” ujarnya.
Sebelumnya, GEM telah menginvestasikan senilai 30 juta dollar AS untuk mendirikan laboratorium penelitian metalurgi mutakhir di Institut Teknologi Bandung (ITB). Dalam lima tahun ke depan, inisiatif di Indonesia Green Industrial Park (IGIP) ditargetkan menyerap 80.000 lapangan kerja baru yang juga akan memberi manfaat ekonomi.
Investasi di bidang minerba, termasuk pada nikel, nantinya diharapkan semakin meningkatkan kontribusi sektor tersebut terhadap penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Menurut data Kementerian ESDM, pada 2024, kontribusi PNBP minerba sebesar Rp 140,46 triliun. Adapun hingga Juni 2025, kontribusinya telah mencapai Rp 66,63 triliun.
Comments powered by CComment