Di tengah sorotan publik atas rencana pembangunan fasilitas pariwisata di Pulau Padar, Taman Nasional Komodo, pemerintah menegaskan komitmennya untuk menjaga kelestarian situs warisan dunia tersebut.
Kementerian Kehutanan memastikan bahwa setiap langkah pembangunan akan mengikuti standar ketat yang ditetapkan oleh World Heritage Centre (WHC) dan International Union for Conservation of Nature (IUCN).
“Terkait dengan rencana tersebut, saat ini masih pada tahap konsultasi publik atas dokumen EIA sesuai standar WH dan IUCN,” ujar Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerjasama Luar Negeri Kemenhut, Krisdianto, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (5/8).
Dokumen Environmental Impact Assessment (EIA) menjadi prasyarat penting dalam proses pembangunan yang diusulkan oleh PT Komodo Wildlife Ecotourism (PT. KWE). Perusahaan ini telah memiliki izin usaha sarana wisata alam sejak 2014, dengan lokasi di zona pemanfaatan Pulau Padar.
“Pemerintah Indonesia tidak akan mengizinkan pembangunan apa pun sebelum dokumen EIA ini disetujui oleh WHC dan IUCN, sebagai bagian dari komitmen terhadap perlindungan Outstanding Universal Value (OUV), situs warisan dunia,” imbuh Krisdianto.
Rencana pembangunan ini sendiri menjadi respons atas mandat dari hasil misi pemantauan reaktif TN Komodo pada 2022, serta keputusan resmi dalam Sidang WHC ke-46 di Riyadh (2023) dan WHC ke-47 di Paris (2025).
Menurut data Kemenhut, area pembangunan sangat terbatas, yakni hanya sekitar 15,375 hektare atau 5,64 persen dari total 274,13 hektare area perizinan yang dimiliki PT. KWE di Pulau Padar—bukan 426 hektare seperti yang sempat disebutkan di sejumlah pemberitaan.
“Sampai dengan saat ini belum ada aktivitas pembangunan sarana dan prasarana wisata alam,” tegas Krisdianto.
Rencana pembangunan akan dilakukan dalam lima tahap, mencakup tujuh blok lokasi. Kajian dampaknya juga disusun dengan pendekatan ilmiah dan partisipatif oleh tim ahli lintas disiplin, dan telah dikonsultasikan secara terbuka dalam forum publik bersama pemda, tokoh masyarakat, LSM, akademisi, dan pelaku usaha di Labuan Bajo pada 23 Juli 2025.
“Pemerintah akan memastikan bahwa setiap pembangunan tidak akan berdampak negatif terhadap kelestarian komodo dan habitatnya. Evaluasi terhadap OUV, baik dari aspek ekologi, lanskap, hingga sosial-budaya, menjadi dasar utama dalam seluruh proses penilaian,” kata Krisdianto.
Ia menambahkan, perhatian publik terhadap keberlanjutan dan kelestarian Komodo serta Pulau Padar menjadi pertimbangan penting bagi pemerintah. “Kami sangat menghargai perhatian masyarakat terhadap isu ini,” tutupnya.
Comments powered by CComment