AP/JEHAD ALSHRAFI

Serangan Rafah, Simbol Lumpuhnya Dunia Menghentikan Israel

Sumber Berita: kompas.id

Asap masih mengepul dari kamp pengungsian yang hancur akibat serangan Israel di Rafah, Jalur Gaza, Senin, 27 Mei 2024. Sejumlah negara di Eropa turut mengecam serangan Israel ke tenda-tenda yang ditempati para pengungsi Palestina di Rafah, Gaza, pada Minggu (26/5/2024).

Serangan brutal terhadap Rafah menunjukkan Israel semakin gelap mata. Dunia mulai kehabisan langkah untuk menghentikan kebrutalan Israel. Nasib 2,3 juta warga Palestina di Jalur Gaza kian berada di ujung tanduk.

Tanah Rafah, selatan Jalur Gaza, bergetar hebat akibat serangan udara Israel pada Minggu (26/5/2024) malam. Serangan yang menyasar kamp pengungsian Tel Al-Sultan itu menewaskan sedikitnya 45 orang dan 249 lainnya terluka (Kompas.id, 28/5/2024).

 

Tragedi pilu ini menambah panjang daftar nama korban sipil Palestina akibat kekejaman perang Israel-Hamas. Melansir kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Koordinasi Kemanusiaan (OCHA), total korban jiwa Palestina hingga 27 Mei 2024 bertambah menjadi 36.050 jiwa, sementara 81.026 lainnya terluka.

Dunia segera mengecam keras serangan Israel yang dianggap sangat brutal tersebut. Ini terutama karena bom Israel menghantam tenda-tenda pengungsi di area yang ditetapkan sebagai ”zona aman”. Tragisnya, serangan terjadi di malam hari ketika sebagian besar pengungsi tengah bersiap tidur.

Tak pelak, serangan menimbulkan korban tewas yang begitu besar. Selain karena terkena ledakan bom, sebagian besar korban tewas karena hangus terbakar kobaran api yang menjalar dengan cepat di tengah kamp. Menurut petugas kesehatan di Gaza, lebih dari separuh korban tewas adalah perempuan, anak-anak, dan orang lanjut usia (Kompas.id, 28/5/2024).

Warga Palestina mengais puing-puing seusai serangan udara Israel yang menyasar sebuah kamp pengungsi di Rafah pada 27 Mei 2024. Israel menyerang sebuah kamp pengungsi zona aman di Rafah di Gaza selatan. Serangan tersebut menewaskan sedikitnya 35 warga Palestina, banyak korbannya adalah perempuan dan anak-anak.  EYAD BABA

Warga Palestina mengais puing-puing seusai serangan udara Israel yang menyasar sebuah kamp pengungsi di Rafah pada 27 Mei 2024. Israel menyerang sebuah kamp pengungsi zona aman di Rafah di Gaza selatan. Serangan tersebut menewaskan sedikitnya 35 warga Palestina, banyak korbannya adalah perempuan dan anak-anak.

Rafah, ujung tanduk Gaza

Rafah memang tengah menjadi sorotan dunia karena menjadi satu-satunya governorate di Jalur Gaza yang relatif belum terlalu terdampak perang. Sejak pertempuran meletus pada 7 Oktober 2023, Israel telah memaksa 2,3 juta warga Palestina di Jalur Gaza untuk mengungsi ke selatan. Hal ini tak terlepas dari fokus serangan Israel pada awal perang yang menyasar pusat perlawanan Hamas di Gaza bagian utara.

Namun, pada akhirnya tentara Israel tidak cukup puas hanya dengan meluluhlantakkan Gaza bagian utara. Mereka lantas terus merangsek lebih dalam. Alhasil, warga sipil Gaza semakin terdesak ke Rafah, ujung selatan Gaza.

Melansir dari BBC, Senin (27/5/2024), diperkirakan sedikitnya 1,5 juta jiwa berdesak-desakan di Rafah hingga awal Mei 2024. Dengan luas yang hanya sebesar 64 kilometer persegi, ini berarti kepadatan populasi Rafah mencapai sekitar 23.347 jiwa per kilometer persegi. Minimnya tempat penampungan yang tersedia membuat hampir semua pengungsi tinggal di kamp-kamp pengungsian yang hanya terbuat dari tenda ala kadarnya.

Kondisi para pengungsi yang begitu memprihatinkan membuat dunia internasional memperingatkan Israel supaya tidak meluaskan aksi militer ke Rafah. Peringatan ini bahkan dikeluarkan oleh Amerika Serikat, sekutu paling dekat dan setia Israel. Melansir AP News, 9 Mei 2024, Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyatakan akan menyetop suplai senjata ke Israel bila mereka bersikeras menyerang Rafah.

Meski demikian, bukan Israel namanya jika mereka tidak memiliki kepala sekeras batu. Tel Aviv akhirnya memutuskan untuk menyerang Rafah pada 7 Mei 2024. Netanyahu berdalih serangan ke ujung selatan Jalur Gaza ini harus dilakukan untuk menghancurkan kekuatan Hamas yang masih tersisa (Kompas.id, 17/5/2024).

Tenda didirikan di sepanjang pantai di Deir el-Balah di Jalur Gaza tengah oleh warga Palestina yang meninggalkan Rafah di bagian selatan wilayah Palestina pada 12 Mei 2024, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok militan Hamas. AFP

Tenda didirikan di sepanjang pantai di Deir el-Balah di Jalur Gaza tengah oleh warga Palestina yang meninggalkan Rafah di bagian selatan wilayah Palestina pada 12 Mei 2024, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok militan Hamas.

Tentara Israel lantas memerintahkan seluruh penghuni Rafah untuk mengosongkan area dan mengevakuasi diri ke Al-Mawasi dan Khan Younis yang terletak di barat laut dan utara Rafah. Mengutip OCHA, selama 6-26 Mei 2024 setidaknya 945.000 warga sipil Rafah harus mengungsi. Sebagian besar dari mereka berjalan kaki, melintasi medan perang yang sangat rawan terkena serangan udara dan serangan darat Israel.

Nasib para pengungsi semakin berada di titik nadir ketika tentara Israel menutup gerbang perbatasan Rafah yang berbatasan dengan Mesir. Padahal, gerbang Rafah adalah satu-satunya akses bantuan kemanusiaan untuk bisa mencapai wilayah selatan Gaza. Situasi pertempuran yang begitu berbahaya juga membuat UNRWA tidak bisa mendistribusikan bantuan kemanusiaan ke wilayah Rafah.

Komisioner Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini mengatakan, hanya terdapat 33 truk bantuan kemanusiaan yang bisa mencapai Gaza selatan pada kurun 6-18 Mei 2024. Jumlah ini ibarat tak lebih dari setetes air bagi jutaan pengungsi dan warga Rafah. Ancaman mati karena kelaparan dan penyakit pun semakin dekat membayang-bayangi para pengungsi Palestina yang terombang-ambing di tengah gempuran tank dan pesawat tempur Israel.

Mengabaikan hukum internasional

Pembantaian di Tel Al-Sultan seakan mempertegas arogansi Israel dalam mencundangi seruan-seruan internasional agar menyetop aksi militernya di Jalur Gaza, terutama Rafah. Tiga hari sebelum serangan naas tersebut, Jumat (24/5/2024), Mahkamah Internasional (ICJ) telah memerintahkan Israel untuk menghentikan serangan militer ke Rafah dan membuka akses bantuan kemanusiaan.

Meski tidak bersifat mengikat secara hukum, Israel sejatinya memiliki kewajiban untuk mematuhi perintah ini. Pasalnya, perintah ICJ itu didasarkan pada Konvensi Pencegahan dan Hukuman terhadap Kejahatan Genosida yang telah diratifikasi oleh Israel sejak 1950.

Sekalipun demikian, Israel tampaknya memang sudah kehilangan nurani. Melansir dari Reuters, 25 Mei 2024, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak untuk mematuhi perintah ICJ itu. Mereka malah balik menuding bahwa tuduhan terjadinya genosida di Gaza adalah ”palsu, keterlaluan, dan memuakkan. Tak hanya itu, Tel Aviv juga meyakinkan bahwa serangan di Rafah akan dilakukan tanpa menimbulkan kehancuran bagi warga sipil Palestina.

Para hakim terlihat di Mahkamah Internasional (ICJ) sebagai bagian dari permintaan Afrika Selatan mengenai gencatan senjata Gaza di Den Haag, Belanda, pada 24 Mei 2024, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan gerakan Hamas. Pretoria mendesak Mahkamah Internasional untuk memerintahkan ”penghentian segera” kampanye Israel, termasuk di wilayah selatan Rafah, dan memfasilitasi akses bantuan kemanusiaan.  AFP / NICK GAMMON

Para hakim terlihat di Mahkamah Internasional (ICJ) sebagai bagian dari permintaan Afrika Selatan mengenai gencatan senjata Gaza di Den Haag, Belanda, pada 24 Mei 2024, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan gerakan Hamas. Pretoria mendesak Mahkamah Internasional untuk memerintahkan ”penghentian segera” kampanye Israel, termasuk di wilayah selatan Rafah, dan memfasilitasi akses bantuan kemanusiaan.

Langkah Israel untuk mengangkangi perintah badan internasional semacam ini bukanlah yang pertama kali dilakukan. PBB sudah menyerukan supaya Israel segera menghentikan serangan dan melakukan gencatan senjata dengan Hamas sejak 12 Desember 2023 melalui resolusi Majelis Umum PBB. Namun, resolusi yang tidak memiliki sifat mengikat ini pada akhirnya tidak membawa perubahan berarti secara nyata.

Selang tiga bulan, PBB lantas meningkatkan gertakannya melalui pengadopsian resolusi Dewan Keamanan PBB No S/RES/2728 (2024). Resolusi tertanggal 25 Maret 2024 itu menghendaki supaya Israel dan Hamas segera menekan gencatan senjata dan mencegah jatuhnya korban sipil yang lebih besar.

Meskipun bersifat mengikat, resolusi ini nyatanya tetap dianggap angin lalu oleh Israel. Hal ini disampaikan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant bahwa Israel tidak memiliki kewajiban moral untuk mematuhi resolusi dan akan tetap melanjutkan peperangan (Kompas.id, 26/3/2024). OCHA melaporkan, dalam kurun dua hari sejak resolusi Dewan Keamanan PBB ditetapkan, sebanyak 157 warga Palestina tewas dan 195 terluka karena pertempuran yang terus berlanjut.

Walau demikian, upaya menghentikan nestapa jutaan warga Palestina di Gaza tetap berlanjut. Pada 20 Mei 2024, Jaksa Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) Karim Khan mengajukan permohonan penangkapan lima orang yang dianggap bertanggung jawab terhadap kejahatan kemanusiaan di Gaza. Dua dari pihak Israel, yakni Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant, sementara tiga lainnya adalah pimpinan Hamas, yaitu Ismail Haniyeh, Yahya Sinwar, dan Mohammed Deif.

Upaya ini pun segera mendapat respons keras dari Israel. Mengutip BBC, 21 Mei 2024, Netanyahu bahkan menyebut Khan sebagai ”salah satu antisemit terbesar di masa modern” dan menyamakannya dengan jaksa Jerman, Nazi, yang merampas hak-hak orang Yahudi.

Sayang seribu sayang, meski tampaknya semua cara telah ditempuh, Israel tetap bergeming. Puluhan jenazah pengungsi Rafah yang hancur dan hangus karena serangan Israel adalah bukti lumpuhnya dunia dalam menghentikan kebencian dan ambisi negara zionis itu.

Semua resolusi, diplomasi, kecaman, boikot, dan segala macam bentuk tindakan lainnya selama tujuh bulan belakangan rupanya belum mampu menyurutkan hujan bom, rudal, roket, dan peluru Israel terhadap warga Palestina di Gaza. Walau demikian, semoga dunia tidak lelah dan kehabisan langkah untuk lekas mengakhiri genosida yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina. (LITBANG KOMPAS)


Print  

Comments powered by CComment

Pengunjung
75916
Hari iniHari ini267
KemarinKemarin167
Minggu iniMinggu ini952
Bulan iniBulan ini952
TotalTotal75916
Tertinggi 06-03-2024 : 1128
Statistik created: 2024-07-04T00:01:38+00:00
Online
-
© Pusat Informasi Data Investasi Indonesia
Pengunjung Berdasarkan Negara
Indonesia 60.0% Indonesia
United States 32.8% United States

Total:

23

Countries
001344
Today: 18
This Week: 36
This Month: 36
Image
Image
Image
Image
Image
Image
Login Form