Pemerintah terus memperkuat kebijakan pemanfaatan gas bumi sebagai energi transisi dengan mendorong percepatan pembangunan infrastruktur jaringan gas nasional.
PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), bagian dari Subholding Gas Pertamina, ditunjuk sebagai motor utama dalam menjalankan program strategis tersebut guna mendukung target bauran energi nasional sebesar 22 persen untuk gas bumi pada 2025.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut gas bumi sebagai energi prioritas nasional karena memiliki tingkat emisi lebih rendah dibandingkan batu bara dan minyak.
Dalam berbagai kesempatan, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) menegaskan bahwa penguatan infrastruktur gas bumi merupakan komponen penting dalam mendukung transisi energi menuju Net Zero Emission 2060.
Tutuka Ariadji, Dirjen Migas 2020-2024, Kementerian ESDM, menyampaikan soal gas menjadi masa depan transisi energi. “Kami yakin bahwa ke depan transisi energi Indonesia adalah utilisasi pemanfaatan gas," ujarnya dalam sambutan acara Puncak Bulan K3 Nasional Subsektor Migas di Jakarta, Selasa ,20 Februari 2024.
Di samping itu, Arifin Tasrif, Menteri ESDM periode 2019-2024, menyampaikan mengenai produksi dan pemanfaatan gas.
“Gas menjadi andalan dalam transisi energi. Pemanfaatan gas domestik sekitar 68 persen dan semakin meningkat serta mengurangi impor LPG dan produk bahan bakar," ucap Arifin, dikutip Senin, 4 Agustus 2025.
Sementara itu, PGN mencatat hingga akhir 2024 telah membangun jaringan gas rumah tangga (jargas) sepanjang 20.000 kilometer dengan total 815.000 sambungan rumah (SR).
Dalam lima tahun ke depan, perusahaan menargetkan tambahan 450.000 SR baru sebagai bagian dari kontribusi nyata terhadap pengurangan emisi karbon rumah tangga. Jika target 1 juta SR tercapai, maka potensi pengurangan emisi diperkirakan mencapai 380 ribu ton karbon dioksida (CO2) pada 2034.
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024, pemerintah menargetkan pembangunan 4 juta SR jargas hingga akhir 2024. Estimasi total kebutuhan investasinya mencapai Rp38,4 triliun, dengan komposisi pembiayaan Rp4,1 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Rp6,9 triliun dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti PGN, serta Rp27,4 triliun dari skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan swasta.
Hingga akhir 2023, realisasi jargas berbasis APBN mencapai 703.308 SR, sementara PGN dan skema non-APBN menyumbang sekitar 136.000–400.000 SR tambahan.
Pemerintah berharap program jargas dapat menekan ketergantungan pada Liquefied Petroleum Gas (LPG) bersubsidi. Jika 1 juta SR jargas tercapai, potensi penghematan subsidi energi bisa mencapai ratusan miliar rupiah per tahun, dengan tambahan manfaat berupa penurunan emisi karbon rumah tangga.
Sejumlah proyek infrastruktur strategis tengah dikerjakan PGN untuk mendukung distribusi gas secara nasional. Proyek pipa distribusi Tegal–Cilacap sepanjang sekitar 130 kilometer ditargetkan mulai dibangun pada 2025 dan akan menyalurkan hingga 51 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) gas ke kilang Refinery Unit (RU) IV Cilacap.
Sementara itu, PGN juga tengah merancang pembangunan fasilitas regasifikasi gas alam cair (LNG) berbasis darat di Pulau Jawa sebagai pengganti atau pelengkap Floating Storage Regasification Unit (FSRU) eksisting, didukung oleh revitalisasi LNG Hub Arun yang berkapasitas 127.000 meter kubik.
Dalam upaya diversifikasi energi bersih, PGN bersama mitra Jepang dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) sedang menyiapkan proyek biomethane berbasis limbah kelapa sawit atau Palm Oil Mill Effluent (POME) di Sumatera Selatan.
Dengan estimasi investasi sekitar USD20 juta untuk 3–4 proyek awal, biomethane akan disalurkan melalui jaringan pipa PGN dan ditargetkan mulai injeksi ke sistem eksisting pada 2025–2027.
Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hingga pertengahan 2024, porsi gas bumi dalam bauran energi primer nasional baru sekitar 16 persen, sementara realisasi energi terbarukan mencapai antara 14 hingga 14,6 persen.
Meski target awal 2025 ditetapkan sebesar 23 persen untuk energi baru dan terbarukan (EBT), revisi kebijakan menyesuaikannya menjadi sekitar 17 hingga 19 persen, dengan gas bumi tetap menjadi tulang punggung transisi energi dalam struktur energi fosil-dominan nasional.
Dengan sinergi pemerintah, BUMN, dan swasta, penguatan ekosistem gas bumi diharapkan mendorong Indonesia menuju sistem energi nasional yang lebih berkelanjutan, terjangkau, dan rendah emisi. (*)
Comments powered by CComment